Kerajaan Mojopahit

Sejarah

Li yang dikenal dengan Mauliwarma Dewa keturunan Thong (Raja Miao Ciang)/Raja Li, Kerajaan Ming artinya Sinar/Surya,wilayah Cina waktu itu Campa/Melayu, Singapura atau Temasek hingga laut Cina Selatan (Nan Hay). Belakangan berhasil di satukan Madjapahit dan Cina di kuasai dinasty Cing/Ming karena Mongol/Khan sudah runtuh, makanya kita disebut bangsa “Indo-Cina” yang jadi cikal bakal bangsa Indonesia.jadi orang yang tinggal di daratan Cina hingga ujung selatan (Melayu) disebut orang Indo-Cina. Daratan Cina ke utara bernama “Mantjupai”. Madjapahit pun simbolnya Surya/Sinar, sedangkan simbol Raja adalah Macan putih. Dua Putri Raja Ming/Miao LI tersebut datang lengkap dengan dayang-dayang, pengawal,para suhu dan lain-lain, kedua putri tersebut adalah “Dara Jingga” dan adiknya “Dara Petak” (Putih), keadatangan Putri Cina ini pada zaman Kerajaan Singhasari yaitu pada masa pemerintahan Sri Kerthanegara/Bathara Siwa tahun isaka 1190-1214 atau tahun (1268-1292 Masehi).
Putri Dara Petak bergelar “Maheswari” diperistri oleh Sri Jayabaya atau Prabu Brawijaya I/Bhre Wijaya/Raden Wijaya, Raja Madjapahit pertama yang juga bergelar “Sri Kertha Rajasa Jaya Wisnu Wardana” pada tahun isaka 1216-1231 atau tahun (1294-1309 Masehi) yang selanjutnya menurunkan Prethi Santana/keturunan bernama “Kala Gemet” yang menjadi Raja Madjapahit kedua pada tahun 1309-1328 M, yang bergelar “Jaya Negara”. Sedangkan Putri Dara Jingga yang bergelar Indreswari atau Li Yu Lan atau Sri Tinuhanengpura (yang dituakan di Pura Singosari dan Madjapahit) diperistri oleh Sri Jayasabha yang bergelar Sri Wilatikta Brahmaraja I atau Hyang Wisesa. Gelar Li adalah dari Raja Tong “Li Ti” (Li Wang Ti) yang mengirim Putri Macan Putih ke Kahuripan, Sri Jayasabha adalah pembesar Singosari dengan pangkat “Maha Menteri”. Putri Dara Jingga dalam lontar dikenal, yang berbunyi: Dara Jingga arabi Dewa Sang Bathara Adwaya Brahma yang selanjutnya menurunkan putra sebanyak enam orang laki-laki yaitu: Sri Cakradara, Arya Dhamar (yang disebut juga dengan Arya Teja alias Kiyayi Nala atau Adityawarman), Arya Kenceng, Arya Kuthawaringin, Arya Sentong dan Arya Pudak yang kemudian menjadi Penguasa/Raja Di Bali
Dilihat dari silsilah (keturunan), beliau adalah keturunan dari Sri Airlangga, pendiri kerajaan Kahuripan dan Sri Airlangga adalah putra Sri Udayana Warmadewa, keturunan dari Sri Kesari Warmadewa (Sri Wira Dalem Kesari) raja kerajaan Singhamandawa (Singhadwala) Bali.
Datang di Bali
Pada tahun 1342, pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada selaku Panglima Perang Tertinggi, dibantu oleh Wakil Panglima Perang yang bernama Arya Damar, serta beberapa Perwira antara lain, Arya KencengArya SentongArya BelogArya KanuruhanArya BletengArya Pengalasan dan Adipati Takung, menyerang Kerajaan Bedulu di Bali. Dalam penyerangannya dibagi:
Induk pasukan dipimpin oleh Gajah Mada, penyerbuan dan pendaratan dipantai Timur Pulau Bali.

Arya Damar dengan kekuatan 20.000 orang tentara Palembang mengadakan pendaratan dipantai Utara Pulau Bali.
Tentara Sunda (Jawa Barat) yang berjumlah 20.000 orang, dipimpin oleh Adipati Takung dengan dibantu oleh tentara bawahan bernama Lagut, mengadakan pendaratan dipantai Barat Pulau Bali.
Pendaratan dipantai Bali Selatan, dilakukan serentak oleh 6 Perwira, masing-masing dibawah pimpinan: Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Bleteng, Arya Belog, Arya Pengalasan dan Arya Kanuruhan. Mereka masing-masing memimpin lebih kurang 15.000 orang
Setelah Kerajaan Bedulu ditaklukan, oleh raja Kerajaan Majapahit Ratu Tribhuwana Tungga Dewi, Selanjutnya Gajah Mada membagi daerah kekuasaan kepada beberapa Arya, salah satunya Arya Kenceng diberikan memimpin daerah Tabanan yang Kerajaannya berada di Pucangan/BuahanTabanan, dengan rakyat sebanyak 40.000 orang dengan batas wilayah sebagai berikut:
Batas Timur: Sungai Panahan
Batas Barat: Sungai Sapwan
Batas Utara: Gunung Batukaru
Batas Selatan: Daerah Sanda, Kerambitan, Blumbang, Tanggun Titi dan Bajra.
Pada tahun 1343 M beliau membuat istana disebuah desa yang bernama Desa Pucangan atau Buwahan, lengkap dengan Taman Sari di sebelah Tenggara Istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa.
Arya Kenceng mengambil istri putri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Reges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Arya Kenceng memperistri putri kedua dari brahmana tersebut sedangkan putri yang sulung diperistri oleh Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dari Puri Samprangan dan putri yang bungsu diperistri oleh Arya Sentong.
Arya Kenceng sebagai kepala pemerintahan di daerah Tabanan bergelar Nararya Anglurah Tabanan, sangat pandai membawa diri sehingga sangat disayang oleh kakak iparnya Dalem Samprangan. Dalam mengatur pemerintahan beliau sangat bijaksana sehingga oleh Dalem Samprangan beliau diangkat menjadi Menteri Utama. Karena posisi beliau sebagai Menteri Utama, maka hampir setiap waktu beliau selalu berada disamping Dalem Samprangan. Arya Kenceng sangat diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Dalem Samprangan, karena jasanya tersebut maka Dalem Samprangan bermaksud mengadakan pertemuan dengan semua Arya di Bali. Dalam pertemuan tersebut Dalem Samprangan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan tersebut tiada lain untuk memberikan penghargaan kepada Arya Kenceng atas pengabdiannya selama ini.
“Wahai dinda Arya Kenceng, demikian besar kepercayaanku kepadamu, aku sangat yakin akan pengabdianmu yang tulus dan ikhlas dan sebagai tanda terima kasihku, kini aku sampaikan wasiat utama kepada dinda dari sekarang sampai seterusnya dari anak cucu sampai buyut dinda supaya tetap saling cinta mencintai dengan keturunanku juga sampai anak cucu dan buyut. Dinda saya berikan hak untuk mengatur tinggi rendahnya kedudukan derajat kebangsawanan (catur jadma), berat ringannya denda dan hukuman yang harus diberikan pada para durjana. Dinda juga saya berikan hak untuk mengatur para Arya di Bali, siapapun tidak boleh menentang perintah dinda dan para Arya harus tunduk pada perintah dinda. Dalam tatacara pengabenan atau pembakaran jenasah (atiwatiwa) ada 3 upacara yang utama yaitu Bandhusa, Nagabanda dan wadah atau Bade bertingkat sebelas. Dinda saya ijinkan menggunakan Bade bertingkat sebelas. Selain dari pada itu sebanyak banyaknya upacara adinda berhak memakainya sebab dinda adalah keturunan kesatriya, bagaikan para dewata dibawah pengaturan Hyang Pramesti Guru. Demikianlah penghargaan yang kanda berikan kepada adinda karena pengadian dinda yang tulus sebagai Mentri utama.”
Arya Kenceng karena telah lanjut usia, akhirnya beliau wafat dan dibuatkan upacara pengabenan (palebon) susuai dengan anugrah Dalem Samprangan yaitu boleh menggunakan bade bertingkat sebelas yang diwariskan hingga saat ini. Adapun roh sucinya (Sang Hyang Dewa Pitara) dibuatkan tugu penghormatan (Peliggih) yang disebut “Batur/Batur Kawitan” dan disungsung oleh keturunan beliau hingga saat ini dan selanjutnya.
Keturunan/Pratisentana Arya Kenceng
I. Arya Kenceng, Raja Tabanan I Berputra:
1. Dewa Raka/Magada Prabu.
Beliau tidak berminat menjadi raja, melaksanakan kehidupan kepanditaan dan mengangkat 5 orang anak asuh (putra upon-upon):
Ki Bendesa Beng
Ki Guliang di Rejasa
Ki Telabah di Tuakilang
Ki Bendesa di Tajen
Ki Tegehan di Buahan
2. Dewa Made/Megada Nata
Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori. Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, [5], Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung (Tegal) dengan nama Puri Tegeh Kori (sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal), karena ada konflik di intern keluarga maka beliau meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan dengan nama “Mrajan Mayun” yang sama dengan nama mrajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat “Pagerwesi”. Dari sana para putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya (keturunannya) berada di Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani(Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan, Jero Batubelig di Batubelig. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori) tidak pernah membuat istana ataupun pertapaan di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja. Di Puri Tegeh Kori beliau berkuasa sampai generasi ke empat. Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV Adalah:
Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori
I Gusti Putu GelGel. Magenah ring (bertempat tinggal di): Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
I Gusti Putu Mayun. Magenah ring Jro Batu Belig,Batubelig dan Cemagi
I Gusti Ketut Mas. Magenah ring Klusa
Kyai Anglurah Made Tegeh. Magenah ring Perang Alas(Lukluk badung), Pacung (Abian semal) dan Dencarik (Buleleng)
I Gusti Nyoman Mas. Magenah ring Kutri
I Gusti Putu Sulang. Magenah ring Sulang
I Gusti Made Tegeh. Magenah ring Mambal, Sibang, Karang Dalem
I Gusti Mesataan. Magenah ring Sidemen
I Gusti Putu Tegeh. Magenah ring Lambing, Klan, Tuban
I Gusti Ketut Maguyangan. Magenah ring Desa Banyu Campah
I Gusti Gede Tegeh. Magenah ring Plasa (Kuta)
I Gusti Abyan Timbul. Magenah ring Abian Timbul
I Gusti Putu Sumerta. Magenah ring Sumerta
Kyai Anglurah Made Tegeh
Kyai Ayu Mimba/Kyai Ayu Tegeh (Beliau yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi)
4. Nyai Tegeh Kori/Sri Menawa
II. Shri Megada Nata/Arya Yasan, Raja Tabanan ke II
Berputra:
1. Shri Arya Ngurah Langwang
2. Ki Gusti Made Utara/Madyatara, Menurunkan Kelurga Besar Jero Subamia
3. Ki Gusti Nyoman Pascima, Menurunkan Keluarga Besar Jero Pemeregan
4.Ki Gusti Wetaning Pangkung, Menurunkan Para Gusti:
  1.  Lod Rurung
  2. Kesimpar
  3. Serampingan

5.Ki Gusti Nengah Samping Boni, Menurunkan Para Gusti:
  1.  Kiayi Titih
  2. Kiayi Ersani, Menurunkan Kelurga Besar Jero Ersania(Dauh Pangkung Tabanan)
  3. Kiayi Nengah
  4. Kiayi Den Ayung (Putung)

6.Ki Gusti Batan Ancak, Menurunkan Para Gusti:
  1. Ancak, Pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Kiayi Ketut Pucangan (Sirarya Notor Wandira)
  2. Angglikan

7. Ki Gusti Ketut Lebah
8. Kiayi Ketut Pucangan/Sirarya Notor Wandira, Menjadi Raja di Badung, Selanjutnya Menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung
III. Shri Arya Ngurah Langwang, Raja Tabanan ke I

Beliau memindahkan Kerajaan beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Puri Agung Tabanandan semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya (Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan (Puri Agung Tabanan ). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Beliau berputra:
1. Ki Gusti Ngurah Tabanan
2. Ki Gusti Lod Carik, Menurunkan Para Gusti Lod Carik
3.Ki Gusti Dangin Pasar, Menurunkan Para Gusti:
1. Suna
2. Munang
3 Batur
4.Ki Gusti Dangin Margi, Menurunkan Para Gusti:
1. Ki Gusti Blambangan
2. Ki Gusti Jong
3. Ki Gusti Mangrawos di Kesiut Kawan
4. Ki Gusti Mangpagla di Timpag
IV. Ki Gusti Ngurah Tabanan/Prabu Winalwan/Betara Mekules, Raja Tabanan ke IV dan ke VII
Berputra:
1. Ki Gusti Wayan Pamedekan
2. Ki Gusti Made Pamedekan
3. Ki Gusti Bola Raja Tabanan ke X, Menurunkan Ki Gusti Tembuku
4. Ki Gusti Made, Menurunkan Para Gusti Punahan
5. Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero Wongaya Tabanan)
6. Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
7. Ki Gusti Kajanan, Menurunkan Para Gusti: 1. Kajanan, 2. Ombak dan 3. Pringga
8. Ki Gusti Brengos (SiraArya Branjingan/SiraArya Sakti Abiantimbul, Dgn memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan) Menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring (Jero Gede,Jero Abiantimbul Intaran Sanur, Jero Semawang intaran sanur, Jero Gulingan Intaran Sanur)
9. Ni Gusti Luh Kukuh
10. Ni Gusti Luh Kukub
11. Ni Gusti Tanjung
12. Ni Gusti Luh Tangkas
13. Ni Gusti Luh Ketut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar